Kontekstualisasi Nilai-nilai Ajaran Islam terhadap
Pemeluk Lintas Agama
dalam Menangkal Isu-isu Intoleransi Beragama di
Indonesia
Oleh: Zukhruful
Irbah
Editor: Aldi
Rahman
Akhir-akhir ini sering kita jumpai
berbagai masalah timbul dikarenakan perbedaan pemahaman antara satu kelompok
dengan kelompok lain, salah satunya karena perbedaan agama. Hal ini muncul di
tengah krisis bangsa yang di dera berbagai permasalahan, utamanya yakni masalah
krisis intoleransi beragama. Kekacauan terjadi pada komunitas keagamaan
seringkali disebabkan kurangnya kesadaran beragama yang toleran sehingga
memunculkan beragam konflik hingga menjadikan sulit terciptanya keadaan atau
lingkungan yang aman dan kondusif.
Indonesia dihuni mayoritas muslim
yang mencapai 86,9 % jumlah keseluruhan, maka populasi pemeluk agama terbesar
ialah Islam. Islam hadir di dunia sebagai rahmatan lil ‘alamin,
sebagai sebuah sistem kehidupan yang begitu komprehensif, mengatur kebijakan
mulai dari hal-hal sederhana hingga kompleks. Tata cara kehidupan seorang
muslim terangkum dalam Al-Qur’an dan Hadis, baik tentang etika beribadah maupun
berinteraksi dengan lingkungannya. Nilai dan konsep toleransi yang bersumber
daripada keduanya menjadi pijakan seorang Muslim di dalam pengamalannya.
Sebagai umat beragama kita
mendambakan kedamaian, namun hal tersebut tak lantas terwujud tanpa adanya
sikap toleransi. Hubungan kerukunan dan sikap toleransi ini bersifat
kausalitatif, yang mana toleransi seakan menjadi syarat mutlak dalam fondasi
kerukunan. Agama Islam menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan dan
menyerukan pula interaksi sosial yang bersifat universal dengan asas persamaan
dan persaudaraan. Oleh karenanya, ajaran-ajaran Islam ini seharusnya menjadi
jawaban daripada konflik-konflik intoleransi beragama ataupun asumsi-asumsi
negatif yang kerapkali di lontarkan kepada Islam maupun sesama Muslim sendiri.
Islam bukanlah
agama radikalis
Radikalisme identik dengan kekerasan dan sifatnya yang tidak terbuka terhadap segala hal yang berasal dari “luar". Ada beberapa kelompok dalam Islam yang menggunakan propaganda agama sebagai kepentingan pribadi hingga tatanan sosial dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Mereka memiliki cara pandang yang salah dalam menerapkan ajaran Islam sesungguhnya. Ketidakterbukaan hati dalam menerima berbagai perbedaan, menyebabkan permusuhan dan maraknya kasus intoleransi beragama, hal ini tentu berlaku untuk agama apapun.
Dengan alasan fanatisme agama, mereka seringkali melakukan tindakan diluar batas, dengan cara memaksakan ideologi yang telah dianutnya. Dengan paksaan, kekerasan, serta mengabaikan sisi kemanusiaan. Hal tersebut tentu sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai Islam. Allah SWT memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk menganut agama yang dipilihnya tanpa adanya unsur paksaan sekalipun di dalam mengamalkannya pada kehidupan sehari-hari. Hal ini pula diatur di dalam perundang-undangan maupun konstitusi terkait kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai agama mayoritas dan rahmatan
lil ‘alamin (agama mengayomi seluruh alam) Islam hadir bukan untuk
menghapus agama-agama yang telah ada. Tetapi Islam lantas menawarkan realitas
kedamaian melalui pendekatan dialog serta toleransi dalam bentuk saling
menghormati agama masing-masing. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia
dalam beragama tersebut merupakan salah satu dari kehendak Allah. Dasarnya umat
manusia itu tunggal, namun mereka saling berpencar-pencar bersama keyakinan
yang mereka bawa masing-masing.
Islam adalah agama kasih sayang
Saling menghargai
dalam setiap perbedaan keyakinan merupakan sebuah sebuah konsep yang unik dalam
Islam. Hasil dari prinsip tersebut adalah melahirkan spirit taqwa
dalam beragama, yang kemudian dari taqwa tersebut akan menciptakan rasa kasih
sayang dan persaudaraan secara universal. Dengan persaudaraan, perasaan saling
mengasihi, maka persaudaraan ini akan menjadi pelindung hak-hak orang lain
terutama masyarakat minoritas dengan diterimanya sebuah perbedaan dalam
masyarakat Islam. Melalui persaudaraan secara universal inilah akan tercipta
perdamaian, keadilan, kerja sama saling menguntungkan, serta meminimalisir
terjadinya konflik.
Dalam fakta sejarah terjadi di zaman
Nabi yakni melalui peristiwa historis piagam Madinah. Dalam piagam tersebut
terdapat poin mengenai sikap toleransi beragama, tidak menyakiti dan saling
melindungi. Ini merupakan salah satu contoh mengenai kemerdekaan prinsip
beragama yang telah di contohkan Nabi, baik dalam Al-Qur’an dan Hadis secara
sahih mengajarkan prinsip dan sikap toleransi. Saling tolong-menolong muncul
karena adanya pemahaman bahwa umat manusia adalah satu kesatuan badan, tatkala
saling menyakiti satu sama lain nantinya akan memudarkan sifat kemanusiaan.
Tolong-menolong ialah inti daripada toleransi yang menjadikannya prinsip paling
kuat di dalam Islam.
Persaudaraan pada Islam melampaui
sekat-sekat seperti saudara kandung, keluarga, melainkan kekuatan ikatan iman
dan kepercayaan. Maka tentu Islam menyakini bahwa damai, kasih sayang,
persaudaraan merupakan kartu yang senantiasa dibawa disetiap perjalanan
sejarahnya. Bahwa Islam menawarkan jalan perdamaian, hal ini tentu di dambakan
seluruh masyarakat di dunia. Kedamaian ialah nikmat terbesar dalam komunitas
sosial yang patut disyukuri. Dikarenakan gesekan yang terjadi dalam masyarakat
ialah hal normal. Tetapi tentunya ada beberapa orang yang berusaha merusak
perdamaian. Maka Islam merupakan solusi untuk mengurangi potensi pengrusakan
kedamaian.
Islam berperan
menjaga persatuan tanpa penindasan
Sebelum Islam tiba telah banyak
penindasan terjadi di kalangan minoritas, yakni orang miskin dan wanita. Lalu
Islam hadir membawa cahaya bagi mereka atas tindakan ketidakberperikemanusiaan
yang bisa saja mereka alami dalam termin tanpa akhir. Kemudian Islam datang dan
mengangkat derajat kaum-kaum tersebut, memuliakan wanita serta memberi
hak-haknya sebagai seorang manusia. Nilai-nilai Islam banyak mengandung tentang
prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) sejati. Islam menempatkan kedudukan manusia
sejajar dengan sesama manusia. Perbedaan derajat manusia yang ada dalam Islam
didasarkan pada konsep ketaqwaan dan keimanan kepada Allah, sehingga secara
tidak langsung Islam sendiri telah memberikan kontribusi dalam perkembangan
prinsip-prinsip HAM.
Islam tidak menghendaki jenis penindasan apapun, baik psikis ataupun fisik. Sekalipun dalam pelaksanaannya memiliki tujuan baik, namun Islam tidak memperkenankan menghalalkan berbagai cara apa lagi dengan menindas orang dan merampas haknya. Tetapi di belahan dunia lain bahwa penindasan pada masyarakat Islam terus terjadi. Rohingya dan Palestina contohnya, kemudian dibela oleh beberapa negara Islam. Sayang disaat masyarakat muslim China Uighur berada dalam masalah, sedikit bantuan datang. Hal ini dikarenakan banyak negara terlibat investasi dengan China, yang mau tak mau mereka harus tetap bersahabat dan menjalin kerjasama. Solidaritas yang kurang ini terjadi dikarenakan mereka lebih mengutamakan kepentingan ekonomi negaranya masing-masing. Padahal agama Islam seharusnya lebih solid, lebih empati dan juga menjalin persaudaraaan dengan sesama Muslim maupun antar negara Islam.
Kaum minoritas yang seringkali tertindas layak mendapatkan perlindungan. Hidup bermasyarakat yang damai. Hidup bermasyarakat tanpa adanya sedikitpun tindakan penindasan dan kekerasan. Islam tidak mengajarkan untuk mengucilkan kaum minoritas, namun Islam menjunjung tinggi nilai semangat persatuan. Persatuan inilah yang harus senantiasa dibina agar komunitas Muslim maupun non-Muslim dapat menjalin ukhuwah persaudaraan, saling melindungi, saling mendukung, dengan begitu maka akan tercipta kondisi lingkungan yang aman dan negara yang damai.
Sejak lahirnya, Islam tentu telah memuat aturan untuk bagaimana bersikap toleransi terhadap pemeluk lintas agama. Begitu banyak ayat Al-Qur'an dan Hadis yang menjelaskan keutamaan di dalam memberikan manfaat kepada orang lain, sekalipun orang tersebut ialah seorang non-Muslim. Kegiatan amal ibadah yang tetap berlandaskan jiwa sosial dan kemanusiaan menjadikannya kewajiban bagi diri seorang Muslim terdorong untuk mengaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari.
Asumsi buruk mengenai Islam oleh sebagian kalangan tidaklah terbukti demikian. Islam bukan agama yang keras dan intoleran. Cap negatif pada Islam ialah hasil dari Islamophobia yang konsisten digaungkan Barat dan juga kaum ekstrem pembenci Islam. Padahal keberadaan agama Islam ialah penyelamat bagi kaum minoritas. Maka Islam adalah agama yang harus benar-benar dipahami secara utuh, agar tidak salah langkah dalam memberikan asumsi ataupun dalam pengalamannya sendiri.
Nilai-nilai toleransi dalam ajaran Islam menjadi dasar dalam pelaksanaan demokrasi. Tanpa adanya sikap toleransi, maka masyarakat tidak akan bisa menyuarakan suaranya dengan lugas dan bebas. Hal tersebut tentu menjadikan sulitnya praktik pelaksanaan demokrasi di Indonesia, terutama bagi kaum minoritas. Bangsa Indonesia memiliki nilai toleransi demokrasi yang tinggi dikarenakan ini merupakan ciri khas bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Kita perlu menanamkan sikap demokrasi tersebut apalagi yang menyangkut HAM. Jangan sampai kita biarkan demokrasi itu di salah gunakan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab demi memenuhi kepentingan pribadi dan golongannya. Melalui ajaran Islam ini nilai-nilai toleran akan semakin menguat, dengan demikian tercipta lingkungan yang aman dan negara yang damai setelahnya dapat terwujud.
Daftar Bacaan
Ariyanti,
H. (2019). Merdeka.
https://www.merdeka.com/dunia/bungkamnya-negara-negara-islam-atas-penindasan-muslim-uighur-di-china.html.
Amanda,
R. (2018). Historisitas Pemikiran Fundamentalis-Ekstrimis dalam Agama
Islam. Jurnal As-Salam, 2(1), 37–52.
https://doi.org/10.37249/as-salam.v2i1.8.
Choiron,
A. (2017). Islam dan Masalah Kemanusiaan Perspektif Pendidikan
Pembebasan. Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 12(1),
87–116.
Dimas
Bayu. (2022). Data Indonesia. https://dataindonesia.id/ragam/detail/sebanyak-869-penduduk-indonesia-beragama-islam.
Hasby,
G. (2017). Konseptualisasi Kemiskinan dan Penindasan Perspektif Farid
Esack. Diya Al-Afkar: Jurnal Studi Al-Quran Dan Al-Hadis, 5(02),
339. https://doi.org/10.24235/sqh.v5i02.4345.
Mokodenseho,
S., & Wekke, I. S. (2017). Toleransi Beragama dan Pembelajaran Agama
Islam. Prosiding Seminar Nasional &Temu Ilmiah Jaringan Peneliti,
67–75. http://ejournal.iaida.ac.id/index.php/proceeding/article/view/131.
Nasution,
A. S. A. (2019). Perbudakan dalam Hukum Islam. AHKAM : Jurnal Ilmu
Syariah, 15(1), 95–102.
https://doi.org/10.15408/ajis.v15i1.2852.
Sarwono,
Y. (2020). Toleransi Antar Umat Beragama dalam Perpektif Islam (Suatu
Tinjauan Historis) Oleh : Aslati, M. Ag Abstrak. 1–9.
